Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Teori
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1. Komunikasi (penjelasan prosedur)
2. Privacy dan kenyamanan klien
3. Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
4. Berada di sisi kanan klien
5. Efisiensi
6. Dokumentasi
2.2. Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
2.3. Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
2.4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien
2.5. Prosedur pemeriksaan fisik
Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
A) Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien : duduk/berbaring
Cara : inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan
6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
B) Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)
Posisi klien : duduk/ berbaring
1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi
a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6 span="">
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan
mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4. Pernafasan
a) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kedalaman: dalam/dangkal
d) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada
setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat.
C) Pemeriksaan kulit dan kuku
Tujuan
1) Mengetahui kondisi kulit dan kuku
2) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
Persiapan
1) Posisi klien: duduk/ berbaring
2) Pencahayaan yang cukup/lampu
3) Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)
Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan kulit\
· Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
· Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
b. Pemeriksaan kuku
· Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
· Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
berhadapan dengan klien
D) Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1. Pemeriksaan kepala
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b) Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan alat
a) Lampu
b) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
· Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
· Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
2. Pemeriksaan wajah
· Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
· Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
· Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
3. Pemeriksaan mata
Tujuan
a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan alat
a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:
1). Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b. virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2). Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang="" span="" tajam="">
prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:
· Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
· Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
· Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
· Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
· Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
· Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
· Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300).
· Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
· Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
· Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter.
Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata
Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.
Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :
· Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
· Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA.
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA.
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA.
Alat/sarana yang dipakai:
· Titik/lampu untuk fiksasi
· Jarak pemeriksaan :
o Jauh : 20 feet (6 Meter)
o Dekat : 14 Inch (35 Cm)
· Penutup/Occluder.