Jumat, 04 Mei 2018

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE


         Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
            Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
            Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Konsep Teori
            Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon  terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1.      Inspeksi
            Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
            Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
            Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

3. Perkusi
            Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
 Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)

4. Auskultasi
            Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997) 
 Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
 Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a.      Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
b.      Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
1.      Komunikasi (penjelasan prosedur)
2.      Privacy dan kenyamanan klien
3.      Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
4.      Berada di sisi kanan klien
5.      Efisiensi
6.      Dokumentasi

2.2.  Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

2.3.   Manfaat Pemeriksaan Fisik
         Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3.  Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
2.4.   Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
1. klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien
2.5.    Prosedur pemeriksaan fisik
          Persiapan
a.       Alat
            Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
b.      Lingkungan
            Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c.    Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

A)    Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien : duduk/berbaring
Cara : inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan
6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
B)    Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)
Posisi klien : duduk/ berbaring
1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi
a)     Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6 span="">
b)     Keteraturan= Normal : teratur
c)     Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan   
         mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4.      Pernafasan
a)     Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
b)     Keteraturan= Normal : teratur
c)      Kedalaman: dalam/dangkal
d)     Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada
        setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan
        membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
        didapat.
C)    Pemeriksaan kulit dan kuku
Tujuan
      1)     Mengetahui kondisi kulit dan kuku
      2)     Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi.
Persiapan
      1)     Posisi klien: duduk/ berbaring
      2)     Pencahayaan yang cukup/lampu
      3)      Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan
a. Pemeriksaan kulit\
·         Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
·         Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan   edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
b.     Pemeriksaan kuku
·         Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
·         Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c.         Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
  Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat  
  berhadapan dengan klien



D)    Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1.   Pemeriksaan kepala
Tujuan
      a)     Mengetahui bentuk dan fungsi kepala 
      b)     Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala 
Persiapan alat
     a)     Lampu
     b)     Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)

Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
·         Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
·         Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

2.          Pemeriksaan wajah
·         Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain,  tidak pucat/ikterik, simetris.
·         Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
·         Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.
setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

3.          Pemeriksaan mata
Tujuan
     a)     Mengetahui bentuk dan fungsi mata
     b)     Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat
    a)     Senter Kecil
    b)     Surat kabar atau majalah
    c)      Kartu Snellen
    d)     Penutup Mata
    e)     Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
·         Inspeksi:  bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
            Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu:
1).  Visus sentralis.
            Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a.       visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
b.      virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
2).  Visus perifer
            Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah="" anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka="" peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi="" salah="" satunya="" seseorang="" span="" tajam="">
 prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu:
· Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
· Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
· Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
· Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
· Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
· Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
· Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300).
· Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol.
· Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
· Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter.
Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata
Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria.
Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia.
Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata :
· Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
· Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA. 
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar  kearah  (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA. 
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA. 
· Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari  bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA. 
Alat/sarana yang dipakai:
· Titik/lampu untuk fiksasi
· Jarak pemeriksaan :
Jauh   : 20 feet (6 Meter)
Dekat : 14 Inch (35 Cm)

· Penutup/Occluder. 

Kamis, 03 Mei 2018

Mengenal kebudayaan bali

A. Sistem Kebudayaan Bali
1. Sistem Kemasyarakatan Banjar
Disamping kelompok-kelompok kerabat patrineal yang mengikat orang Bali berdasarkan atas prinsip keturunan ada pula bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah ialah desa. Kesatuan-kesatuan sosial serupa itu kesatuan yang diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagamaan yang keramat.
Pada umumnya tampak beberapa perbedaan antara desa adat di pegunungan dan desa adat di tanah datar. Desa-desa adat di pegunungan biasanya sifatnya lebih kecil dan keanggotaannya terdapat pada orang asli yang lahir didesa itu juga.
Sesudah kawin, orang itu langsung menjadi warga desa adat atau karma desa dan mendapat tempat duduk yang khas dib alai desa yang disebut bale agung, dan berhak mengikuti rapat-rapat desa yang tersebar luas. Demikian sering terdapat differensiasi kedalam kesatuan-kesatuan adat yang khusus didalamnya yang disebut dengan banjar. Sifat keanggotaan banjar tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir didalam banjar itu juga.
Banjar merupakan organisasi kemasyarakatan masyarakat tradisional Bali. Organisasi ini seperti sistem RT/RW pada masyarakat Indonesia modern sudah ada sejak jaman dahulu kala dan mulanya dikenal dengan nama subak. Banjar dengan berkembangnya jaman juga mulai berubah, tepatnya bertambah fungsi.
Demikian kalau ada orang-orang dari wilayah-wilayah lain atau yang lahir di banjar lain, yang kebetulan tinggal disekitar wilayah banjar yang bersangkutan, mau menjadi warga , hal itu bisa saja. Pusat dari banjar adalah bale banjar dimana para warga banjar saling bertemu dan berapat pada hari-hari yang tetap.
Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar atau bisa disebut dengan kliang. Ia dipilih untuk suatu masa jabatan tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tetapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia sering kali harus juga memecahkan hal-hal yang menyangkut hokum adat tanah dan dianggap ahli dalamadat banjar pada umumnya.
Adapun soal-soal yang bersangkutan dengan irigasi dan pertanian biasanya berada diluar wewenangnya. Hal itu adalah wewenang organisasi subak yang telah tersebut diatas.walaupun demikian didalam rangka tugas administratif; dimana tanggung jawab kepada pemerintah diatasnya, ia bahkan tak dapat melepaskan diri sama sekali dari soal-soal irigasi dan pertanian di banjarnya. Disamping mengurus persoalan ibadat, baik mengenai banjar sendiri maupun warga banjar, klian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya administratif pemerintahan.
2. Kebudayaan Bali
Suku-suku Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya, sedangkan kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran yang demikian, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasi dan perbedaan setempat.
Dismping itu agama Hindu yang telah lama terintegrasi kedalam Kebudayaan Bali, dirasakan pula sebagai suatu unsure yang memperkuat adanya kesadaran akan kesatuan itu.
3. Cara-cara pendekatan  bidan didalam wilayah Banjar Bali
a. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
b. Pemerintah menjalankan/menerapkan Pos Kesehatan Desa yang ditujukan kepada seluruh masyarakat, yang terjangkau sampai ke daerah pedalaman.
c. Penyuluhan kesehatan masyarakat dimaksudkan dapat menghasilkan perubahan perilaku yang lestari untuk keluarganya individu keluarga dan masyarakat itu sendiri
d. Penyuluhan kesehatan masyarakat dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
e. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader termasuk dukun. Bersama kelompok dan masyarakat menanggulangi maslah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan kesehatan ibu, anak dan KB.
f. Membina kerjasama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.
g. Bidan harus bekerja sama dengan pamong desa atau keliang banjar
h. Bidan harus mengenal sistem/struktur masyarakat setempat
i. Bidan mempelajari data penduduk, jenis kelamin, umur, mata pencaharian, pendidikan, dan agama
4. Sistem KB dalam banjar Bali
Posyandu yang dimotori BKKBN, dinas Kesehatan dan tim penggerak PKK, memberikan pelayanan program keluarga berencana, pemeriksaan ibu hamil dan makanan sehat pada balita
B. Paguyuban
1. Pengertian
Paguyuban atau Gemeinschaft adalah suatu kelompok atau masyarakat yang diantara para warganya diwarnai dengan hubungan-hubungan sosial yang penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah dan kekal, serta jauh dan pamrih-pamrih.
Menurut Ferdinand Tonnies, paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesehatan. Kehidupan seperti ini bersifat organis dan sejati.
2. Ciri-ciri paguyuban
Menurut Ferdinand Tonnies cirri-ciri pokok dari paguyuban antara lain;
a. Intimate ; hubungan menyeluruh yang mesra
b. Private ; hubungan bersifat pribadi, yaitu khusus untuk beberapa orang saja
c. Exclusive ; bahwa hubungan tersebut hanyalah untuk beberapa orang saja dan tidak untuk orang lain diluar ‘kita’
Sedangkan secara umum cirri-ciri paguyuban yaitu;
a. Adanya hubungan perasaan kasih sayang
b. Adanya keinginan untuk meningkatan kebersamaan
c. Tidak suka menonjolkan diri
d. Selalu memegang teguh adat lama yang konservatif
e. Sifat gotong royong masih kuat
f. Hubungan kekeluargaan masih kental
3. Tipe paguyuban
Memiliki 3 tipe yang ada dimasyarakat, yaitu;
a. Paguyuban karena ikatan darah [Gemeinschaft by Blood] yaitupaguyuban berdasarkan keturunan, contoh kelompok kekerabatan, keluarga besar.
b. Paguyuban karena tempat [gemneischaft by place] yaitu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong menolong, contohnya arisan, RT, RW, Karang taruna, PKK,pos kamplimh atau ronda
c. Paguyuban karena jiwa dan pikiran [gemneischaft by mind] yaitu paguyuban yang terdiri dari orang yang tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggalnya tidak berdekatan akan tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama. Contohnya organisasi
4. Pembahasan pelayanan kebidanan dengan pendekatan paguyuban
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat khususnya paguyuban. Untuk itu kita sebagai tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan misalkan dengan mengadakan posyandu.
Selain menggunakan posyandu di puskesmas upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dapat dilakukan dengan cara berikut;
a. Mengadakan pendekatan-pendekatan dan menjalin kerja sama petugas kesehatan atau bidan harus mengadakan pendekatan dengan organisasi masyarakat yang ada dilingkungan tersebut, misalkan karang taruna, kader desa, tokoh masyarakat. Contohnya bidan mengadakan kerja sama denga pamong desa yaitu mengajak masyarakat untuk memanfaatkan posyandu dengan giat dtang ke posyandu baik menimbang balita, imunisasi, kb dan lain lain.
b. Teknik penggunaan ancaman
Petugas memberikan ancaman baik dlam bentuk sanksi ataupun hukuman. Penggunaan teknik ini memang akan memunculkan peran serta masyarakat yang sifatnya terpaksa makan tidak akan lestari.
c. Teknik pemberian imbalan
Petugas memberikan suatu imbalan bagi masyarakat yang ingin turut serta berperan aktif, bentuk-bentuk imbalannya dapat berupa materi, penghargaan ataupun hadiah hadiah lainnya. Akan tetapi kelemahan dari teknik ini adalah perlunya disediakan imbalan yang bersifat material sehingga menyebabkan pengeluaran dana yang besar.
d. Teknik kombinasi
Dalam teknik kombinasi menggabungkan berbagai tekhnik yang ada hal ini sangat penting karena penggunaan salah satu teknik diatas mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Degan cara memilah maka kelemahan kelemahan teknik diatas dapat diminimalisir. Contohnya upaya imunisasi untuk pencegahan penyakit, pertama tama pamong desa dapat memberikan pemerintah bahwa semua bayi harus imunisasi. Para kader dan tokoh masyarakat selalu mendatangi rumah-rumah penduduk yang memiliki bayi untuk memperlihatkan manfaat imunisasi bagi bayi. Hal ini dapay menggugah motivasi masyarakat untuk ikut serta dalam kesehatan.
C. Pondok pesantren
1. Pengertian
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mengembangkan fungsi pendalaman agama, kemasyarakatan dan penyiapan sumber daya manusia. Melalui;
a. Pendidikan agama
b. Pendidikan formal
c. Pendidikan kesenian
d. Pendidikan kepramukaan
e. Pendidikan olahra dan kesehatan
f. Pendidikan keterampilan dan kejuruan
2. Tujuan dan sasaran pondok pesantren
a. Tujuan umum
Tercapainya pengembangan dan pemantapan kemandirian pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam bidang kesehatan
b. Tujuan khusus
1) Tercapainya pengertian positif pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya tentang norma hidup sehat
2) Meningkatkan peran serta pondok pesantren dalam menyelenggarakan upaya kesehatan
3) Terwujudnya keteladanan hidup sehat dilingkungan pondok
c. Sasaran
1) Sasaran langsung
a) Pimpinan/ kyai dan pengasuh pondok pesantren
b) Pengurus/ ustadz dan santri
c) Madrasah dilingkungan pondok pesantren
2) Sasaran tidak langsung
Masyarakat sekitar pondok pesantren

3. Pola peran serta masyarakat pesantren dibidang kesehatan
Pentingnya peningkatan peran serta masyarakat dalam pondok pesantren untuk tercapainya derajat kesehatan masyarakat pondok pesantren yang optimal. Peningkatan peran serta masyarakat diwujudkan melalui;
a. Rekayasa manusia
Rekayasa manusia ditujuka kepada perorangan atau keluarga sehingga terjadi perubahan perilaku individu/ keluarga kearah yang positif terhadap penerimaan norma hidup sehat sejahtera.
b. Rekayasa sosial
1) Pengembangan kepemimpinan kesehatan yaitu pembentukan tokoh atau pemimpin yang akan menjadi panutan bagi masyarakat
2) Pengorganisasian masyarakat yaitu menggerakkan intitusi yang telah ada dan didukung oleh masyarakat luas

3) Pendanaan masyarakat yaitu pengembangan potensi baik sarana, prasarana dan dana masyarakat yang dapat digerakkan guna mendukung peningkatan kesehatan.

FAKTOR-FAKTOR SOSIAL DALAM PENGGUNAAN PELAYANAN KESEHATAN

Pengertian Penggunaan Pelayanan Kesehatan :
Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik, dan psikologi. Masalah utama dari  model struktur sosial dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui mengapa variable ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan. Kita ketahui bahwa individu-individu yang berbeda suku bangsa, pekerjaan, atau tingkat pendidikan mempunyai kecendrungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka. Dengan kata lain, pendekatan struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula.
Faktor-Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan :
Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-epidemiologi. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. . (Syafruddin dkk, 2009). Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan   pembagian-pembagian umur sebagai berikut (Syafruddin dkk, 2009):

Menurut tingkat kecerdasan

0-14 tahun            : Bayi dan anak-anak

15-59 tahun           : Orang muda dan orang dewasa

 > 50 tahun            : Orang tua

Interval 5 tahun

< 1 Tahun

1-4 tahun

5-9 Tahun

10-14 tahun dan sebagainya

Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikutip dari Whalley & Wong’s (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur di bagi dalam 8 tahapan. Tiga diantaranya berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut (Maulana, 2008):

< 20 tahun

 21-35 tahun

 > 35 tahun

Penelitian Supardi dkk (2011) mengatakan bahwa sebagian besar berusia antara 26-35 tahun (28,8%) yang berobat ke Puskesmas dan proporsi penduduk yang memilih berobat di rumah lebih banyak pada kelompok umur pra lansia atau lansia.

Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebih banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka gunakan selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Lembaga pelayanan kesehatan seringkali menentukan sasaran dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. (Wikipedia, 2011).

Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek (gender, karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis kelamin. Pada masyarakat yang mengenal “machoisme”, umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan secara maskulin (“jantan” dalam (bahasa sehari-hari) dan perempuan berperan secara feminin. (Wikipedia, 2011).

Setiap masyarakat menekankan peran tertentu yang setiap jenis kelamin harus bermain, meskipun ada lintang luas dalam perilaku yang dapat diterima untuk setiap gender. (Anonim, 2011). Karakteristik penduduk yang memilih pengobatan di rumah proporsi terbesar adalah berjenis kelamin perempuan (Supardi dkk, 2011). Begitu juga dengan penelitian Supardi dkk (2004) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas sebagian besar adalah perempuan (56,4%). Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat.

Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan, sikap dan perilaku yang baru. Tingkat pendidikan formal yang pernah diperoleh seseorang akan meningkatkan daya nalar seseorang dan jalan untuk memudahkan seseorang untuk menerima motivasi. (Syaer, 2011).

Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan peminatan kesehatan, tinggi rendahnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan. Indikatornya adalah pendidikan terakhir, berpendidikan rendah tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan dan tahu manfaat pelayanan kesehatan. (Syaer, 2010).

Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas tiga tingkat pendidikan formal yaitu pendidikan dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah serta SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan menengah (SMU/Madrasah Aliyah dan sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan tinggi). (Maulana, 2008).

Dari hasil penelitian Supardi dkk (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas diperoleh karakteristik pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas adalah pendidikan SD (tamat/ tidak tamat SD). Persentase pasien dengan pendidikan dasar lebih cenderung rawat inap di Puskesmas dibandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan.

Pendapatan/ penghasilan

Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. (Syafruddin dkk, 2009). Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas kesehatan, memeriksakan diri, serta mengambil obat. Hal ini dapat dihubungkan dengan biaya transport yang dimiliki. Jadi dari tingkat pendapatan yang memadai dapat diharapkan penderita akan berobat secara teratur walaupun jarak ke tempat pelayanan kesehatan jauh. (Syaer, 2010).

Maya Kurniasari (2011), mengatakan faktor ekonomi ikut berperan dalam pemilihan tempat pengobatan. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi pasien yang datang ketempat pengobatan tradisional sebagian besar pekerjaannya adalah buruh kasar, sopir dan tukang parkir.

Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah.

Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Penyedia produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, lembaga pelayanan kesehatan dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya.

 Pekerjaan

Menurut Daryanto (1997) pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan subjek penelitian diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. (Nurhasanah, 2008).

Nurhasanah (2008) membagi pekerjaan menjadi 2 yaitu bekerja dan tidak bekerja. Bekerja apabila subjek penelitian memiliki kegiatan rutin yang dilakukan diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. Sedangkan tidak bekerja apabila subjek penelitian tidak memiliki kegiatan rutin yang dilakukan diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang.

Pekerjaan adalah penduduk yang berpotensial dapat bekerja, yang dapat memproduksi barang atau jasa ada permintaan terhadap tenaga mereka mau berpartisipasi dalam rangka aktifitas tersebut. Menurut Labor Force Consepth, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka yang bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari atau mendapatkan nafkah. (Syaer, 2011).

Bekerja atau tidaknya seseorang akan turut berpengaruh peminatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, semakin baik jenis pekerjaan dari seseorang semakin 

tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Indikatornya adalah mempunyai pekerjaan tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan walaupun harus meninggalkan pekerjaan. (Syafruddin Syaer, 2010).

Persentase pasien tidak bekerja yang rawat jalan di Puskesmas lebih besar daripada yang bekerja. Hubungan antara pekerjaan pasien dan perilaku pasien rawat jalan di Puskesmas secara statistik bermakna. (Supardi dkk, 2011).

Hasil penelitian Herlina (2001) menunjukkan bahwa variabel sikap dan pekerjaan berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dipilihnya. Lembaga pelayanan kesehatan berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu. Dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan, rumah sakit dapat menjalin kerja sama dengan suatu perusahaan agar rumah sakit tersebut dijadkan tempat rujukan bagi karyawan atau pekerja yang sedang sakit.

Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.

 Akses

Akses dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ditempat pelayanan kesehatan, makin dekat jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan makin besar jumlah kunjungan di pusat pelayanan tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan makin kecil pula jumlah kunjungan di pusat pelayanan kesehatan tersebut. Akses masyarakat atau transportasi masyarakat Pesisir ke lokasi pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi pemanfaatan atau tidak dimanfaatkannya pelayanan kesehatan terutama Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal baik jarak secara fisik maupun secara finansial tentu tidak mudah dicapai. Dengan demikian akses baik berupa jarak maupun transportasi yang di butuhkan dari tempat tinggal ke pusat pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan kesehatan dan jika akses serta sulitnya transportasi dari tempat tinggal yang jauh dari unit pelayanan kesehatan maka semakin besar untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan.  

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh akses pelayanan kesehatan, waktu serta biaya yang harus keluarkan untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan, mudah atau tidaknya alat transportasi yang digunakan, serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan tersebut. Akan tetapi, untuk beberapa kondisi tertentu besarnya jarak tidak terlalu mempengaruhi unsur akses lain (alat transportasi, waktu tempuh, dan biaya) tergolong mudah. Kondisi keuangan yang terbatas dan keharusan untuk mencapai pelayanan kesehatan masyarakat dengan biaya lebih membuat beberapa responden memilih untuk tidak berobat ke puskesmas sekalipun biaya pengobatannya gratis.

Tradisi

Tradisi adalah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan. Dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Hasil penelitian yang di lakukan dengan analisis univariat menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bungin Permai masih banyak yang memiliki tradisi yang tidak mendukung di bandingkan tradisi yang mendukung dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, Hal ini disebabkan karena mereka masih terpengaruh oleh tradisi atau kepercayaan yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam penyembuhan penyakit mereka percaya pada mantera yang dibuat oleh dukun.

Kepercayaan masyarakat Pesisir terhadap mantra yang dibuat oleh dukun mempunyai kekuatan tersendiri dalam penyembuhan penyakit. Masyarakat Pesisir masih percaya akan hal-hal mistis seperti penyakit yang datang dari roh-roh makhluk halus sehingga upaya yang dilakukan dalam menyembuhkan penyakit tersebut adalah melakukan pengobatan dengan menggunakan dukun. Mereka yakin bahwa dukun mampu menyembuhkan penyakit tersebut dengan mantra atau ramuan-ramuan tertentu, sementara untuk sarana kesehatan berupa Puskesmas mereka tidak percaya akan mampu menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh makhluk halus tersebut. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, masyarakat di desa bungin permai sangat percaya akan hal-hal mistis walaupun tingkat pendidikan beberapa responden dikatakan tinggi tapi mereka masih percaya akan hal tersebut.

Mereka juga meyakini bahwa pengobatan yang dilakukan oleh dukun baik itu berupa ramuan ataupun mantra dapat menyembuhkan penyakit. Sehingga tidak jarang dari mereka mengalami penyakit yang kronis dan kembali membutuhkan pelayanan kesehatan Puskesmas atau rumah sakit. Kepercayaan dan dari segi daya tarik, dukun telah banyak menyembuhkan masyarakat pesisir jika mengalami sakit. Masyarakat beranggapan dukun mampu menyelesaikan maslaah yang berhubungan dengan penyakit yang dideritanya, sedangkan dari segi kemudahan (faktor geografis dan ekonomi) masyarakat Pesisir mudah menjangkau tempat tersebut (dukun). Inilah yang dirasakan masyarakat dalam melakukan pengobatan ketika mengalami gangguan kesehatan, sehingga dalam memilih pengobatan lebih cenderung kedukun, ditambah lagi dari segi pengetahuan tentang pengobatan medis yang masih kurang karena disebabkan tingkat pendidikan yang rendah. keyakinan adalah kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu memberikan respon baik berupa respon yang positif maupun yang bersifat negatif terhadap orang, objek atau situasi juga dibuktikan bahwa sikap merupakan perasaan tertentu, predisposisi ataupun jumlah keprcayaan tertentu yang dianjurkan kepada objek manusia ataupun situasi. Tanpa sikap yang positif dari pasien untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, maka kemungkinan untuk dimanfaatkannya sebuah pelayanan kesehatan sangat sulit untuk terjadi. Karena tanpa sikap positif pasien, kemungkinan takut untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang disediakan tersebut. Bermata pencaharian sebagai nelayan membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya di laut sehingga faktor kesehatan tidak menjadi perhatian utama mereka. Hal ini didasari pada nilai-nilai yang mereka yakini bahwa ketika ada anggota keluarga mereka yang sakit, masyarakat masih mengandalkan pengobatan tradisional (dukun) dibandingkan dengan pengobatan medis. 

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

         Pemeriksaan fisik  atau pemeriksaan klinis  adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan ...