Pengertian Penggunaan Pelayanan Kesehatan :
Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini, yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik, dan psikologi. Masalah utama dari model struktur sosial dari penggunaan pelayanan kesehatan adalah bahwa kita tidak mengetahui mengapa variable ini menyebabkan penggunaan pelayanan kesehatan. Kita ketahui bahwa individu-individu yang berbeda suku bangsa, pekerjaan, atau tingkat pendidikan mempunyai kecendrungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka. Dengan kata lain, pendekatan struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula.
Faktor-Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan :
Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam penyelidikan-epidemiologi. Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian menurut golongan umur. . (Syafruddin dkk, 2009). Untuk keperluan perbandingan maka WHO menganjurkan pembagian-pembagian umur sebagai berikut (Syafruddin dkk, 2009):
Menurut tingkat kecerdasan
0-14 tahun : Bayi dan anak-anak
15-59 tahun : Orang muda dan orang dewasa
> 50 tahun : Orang tua
Interval 5 tahun
< 1 Tahun
1-4 tahun
5-9 Tahun
10-14 tahun dan sebagainya
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikutip dari Whalley & Wong’s (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur di bagi dalam 8 tahapan. Tiga diantaranya berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut (Maulana, 2008):
< 20 tahun
21-35 tahun
> 35 tahun
Penelitian Supardi dkk (2011) mengatakan bahwa sebagian besar berusia antara 26-35 tahun (28,8%) yang berobat ke Puskesmas dan proporsi penduduk yang memilih berobat di rumah lebih banyak pada kelompok umur pra lansia atau lansia.
Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebih banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
Orang mengubah barang dan jasa yang mereka gunakan selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Lembaga pelayanan kesehatan seringkali menentukan sasaran dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. (Wikipedia, 2011).
Jenis kelamin dikaitkan pula dengan aspek (gender, karena terjadi diferensiasi peran sosial yang dilekatkan pada masing-masing jenis kelamin. Pada masyarakat yang mengenal “machoisme”, umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan secara maskulin (“jantan” dalam (bahasa sehari-hari) dan perempuan berperan secara feminin. (Wikipedia, 2011).
Setiap masyarakat menekankan peran tertentu yang setiap jenis kelamin harus bermain, meskipun ada lintang luas dalam perilaku yang dapat diterima untuk setiap gender. (Anonim, 2011). Karakteristik penduduk yang memilih pengobatan di rumah proporsi terbesar adalah berjenis kelamin perempuan (Supardi dkk, 2011). Begitu juga dengan penelitian Supardi dkk (2004) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas sebagian besar adalah perempuan (56,4%). Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda pula. Misalnya dikalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat.
Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan dasar dalam pengembangan wawasan serta untuk memudahkan bagi seseorang untuk menerima pengetahuan, sikap dan perilaku yang baru. Tingkat pendidikan formal yang pernah diperoleh seseorang akan meningkatkan daya nalar seseorang dan jalan untuk memudahkan seseorang untuk menerima motivasi. (Syaer, 2011).
Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan peminatan kesehatan, tinggi rendahnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan dapat ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan. Indikatornya adalah pendidikan terakhir, berpendidikan rendah tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan dan tahu manfaat pelayanan kesehatan. (Syaer, 2010).
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, yaitu tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas tiga tingkat pendidikan formal yaitu pendidikan dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah serta SMP/Madrasah Tsanawiyah), pendidikan menengah (SMU/Madrasah Aliyah dan sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan tinggi). (Maulana, 2008).
Dari hasil penelitian Supardi dkk (2011) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien berobat ke Puskesmas diperoleh karakteristik pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas adalah pendidikan SD (tamat/ tidak tamat SD). Persentase pasien dengan pendidikan dasar lebih cenderung rawat inap di Puskesmas dibandingkan dengan yang berpendidikan lanjutan.
Pendapatan/ penghasilan
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. (Syafruddin dkk, 2009). Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk datang ke fasilitas kesehatan, memeriksakan diri, serta mengambil obat. Hal ini dapat dihubungkan dengan biaya transport yang dimiliki. Jadi dari tingkat pendapatan yang memadai dapat diharapkan penderita akan berobat secara teratur walaupun jarak ke tempat pelayanan kesehatan jauh. (Syaer, 2010).
Maya Kurniasari (2011), mengatakan faktor ekonomi ikut berperan dalam pemilihan tempat pengobatan. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi pasien yang datang ketempat pengobatan tradisional sebagian besar pekerjaannya adalah buruh kasar, sopir dan tukang parkir.
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah.
Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Penyedia produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, lembaga pelayanan kesehatan dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya.
Pekerjaan
Menurut Daryanto (1997) pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan subjek penelitian diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. (Nurhasanah, 2008).
Nurhasanah (2008) membagi pekerjaan menjadi 2 yaitu bekerja dan tidak bekerja. Bekerja apabila subjek penelitian memiliki kegiatan rutin yang dilakukan diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang. Sedangkan tidak bekerja apabila subjek penelitian tidak memiliki kegiatan rutin yang dilakukan diluar rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang.
Pekerjaan adalah penduduk yang berpotensial dapat bekerja, yang dapat memproduksi barang atau jasa ada permintaan terhadap tenaga mereka mau berpartisipasi dalam rangka aktifitas tersebut. Menurut Labor Force Consepth, yang digolongkan bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka yang bekerja penuh maupun tidak. Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari atau mendapatkan nafkah. (Syaer, 2011).
Bekerja atau tidaknya seseorang akan turut berpengaruh peminatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, semakin baik jenis pekerjaan dari seseorang semakin
tinggi permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Indikatornya adalah mempunyai pekerjaan tetap memanfaatkan pelayanan kesehatan walaupun harus meninggalkan pekerjaan. (Syafruddin Syaer, 2010).
Persentase pasien tidak bekerja yang rawat jalan di Puskesmas lebih besar daripada yang bekerja. Hubungan antara pekerjaan pasien dan perilaku pasien rawat jalan di Puskesmas secara statistik bermakna. (Supardi dkk, 2011).
Hasil penelitian Herlina (2001) menunjukkan bahwa variabel sikap dan pekerjaan berhubungan dengan pemilihan jenis pengobatan alternatif. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dipilihnya. Lembaga pelayanan kesehatan berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu. Dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan, rumah sakit dapat menjalin kerja sama dengan suatu perusahaan agar rumah sakit tersebut dijadkan tempat rujukan bagi karyawan atau pekerja yang sedang sakit.
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang bekerja diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
Akses
Akses dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan ditempat pelayanan kesehatan, makin dekat jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan makin besar jumlah kunjungan di pusat pelayanan tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak tempat tinggal dengan pusat pelayanan kesehatan makin kecil pula jumlah kunjungan di pusat pelayanan kesehatan tersebut. Akses masyarakat atau transportasi masyarakat Pesisir ke lokasi pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi pemanfaatan atau tidak dimanfaatkannya pelayanan kesehatan terutama Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat tinggal baik jarak secara fisik maupun secara finansial tentu tidak mudah dicapai. Dengan demikian akses baik berupa jarak maupun transportasi yang di butuhkan dari tempat tinggal ke pusat pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan kesehatan dan jika akses serta sulitnya transportasi dari tempat tinggal yang jauh dari unit pelayanan kesehatan maka semakin besar untuk tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh akses pelayanan kesehatan, waktu serta biaya yang harus keluarkan untuk dapat memperoleh pelayanan kesehatan, mudah atau tidaknya alat transportasi yang digunakan, serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan tersebut. Akan tetapi, untuk beberapa kondisi tertentu besarnya jarak tidak terlalu mempengaruhi unsur akses lain (alat transportasi, waktu tempuh, dan biaya) tergolong mudah. Kondisi keuangan yang terbatas dan keharusan untuk mencapai pelayanan kesehatan masyarakat dengan biaya lebih membuat beberapa responden memilih untuk tidak berobat ke puskesmas sekalipun biaya pengobatannya gratis.
Tradisi
Tradisi adalah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan. Dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lain. Hasil penelitian yang di lakukan dengan analisis univariat menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bungin Permai masih banyak yang memiliki tradisi yang tidak mendukung di bandingkan tradisi yang mendukung dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, Hal ini disebabkan karena mereka masih terpengaruh oleh tradisi atau kepercayaan yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam penyembuhan penyakit mereka percaya pada mantera yang dibuat oleh dukun.
Kepercayaan masyarakat Pesisir terhadap mantra yang dibuat oleh dukun mempunyai kekuatan tersendiri dalam penyembuhan penyakit. Masyarakat Pesisir masih percaya akan hal-hal mistis seperti penyakit yang datang dari roh-roh makhluk halus sehingga upaya yang dilakukan dalam menyembuhkan penyakit tersebut adalah melakukan pengobatan dengan menggunakan dukun. Mereka yakin bahwa dukun mampu menyembuhkan penyakit tersebut dengan mantra atau ramuan-ramuan tertentu, sementara untuk sarana kesehatan berupa Puskesmas mereka tidak percaya akan mampu menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh makhluk halus tersebut. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, masyarakat di desa bungin permai sangat percaya akan hal-hal mistis walaupun tingkat pendidikan beberapa responden dikatakan tinggi tapi mereka masih percaya akan hal tersebut.
Mereka juga meyakini bahwa pengobatan yang dilakukan oleh dukun baik itu berupa ramuan ataupun mantra dapat menyembuhkan penyakit. Sehingga tidak jarang dari mereka mengalami penyakit yang kronis dan kembali membutuhkan pelayanan kesehatan Puskesmas atau rumah sakit. Kepercayaan dan dari segi daya tarik, dukun telah banyak menyembuhkan masyarakat pesisir jika mengalami sakit. Masyarakat beranggapan dukun mampu menyelesaikan maslaah yang berhubungan dengan penyakit yang dideritanya, sedangkan dari segi kemudahan (faktor geografis dan ekonomi) masyarakat Pesisir mudah menjangkau tempat tersebut (dukun). Inilah yang dirasakan masyarakat dalam melakukan pengobatan ketika mengalami gangguan kesehatan, sehingga dalam memilih pengobatan lebih cenderung kedukun, ditambah lagi dari segi pengetahuan tentang pengobatan medis yang masih kurang karena disebabkan tingkat pendidikan yang rendah. keyakinan adalah kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan hal-hal tertentu memberikan respon baik berupa respon yang positif maupun yang bersifat negatif terhadap orang, objek atau situasi juga dibuktikan bahwa sikap merupakan perasaan tertentu, predisposisi ataupun jumlah keprcayaan tertentu yang dianjurkan kepada objek manusia ataupun situasi. Tanpa sikap yang positif dari pasien untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, maka kemungkinan untuk dimanfaatkannya sebuah pelayanan kesehatan sangat sulit untuk terjadi. Karena tanpa sikap positif pasien, kemungkinan takut untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang disediakan tersebut. Bermata pencaharian sebagai nelayan membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya di laut sehingga faktor kesehatan tidak menjadi perhatian utama mereka. Hal ini didasari pada nilai-nilai yang mereka yakini bahwa ketika ada anggota keluarga mereka yang sakit, masyarakat masih mengandalkan pengobatan tradisional (dukun) dibandingkan dengan pengobatan medis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar