Selasa, 01 Mei 2018

Kekurangan energi protein

Pengertian KEP

Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. (Depkes 1999).
Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).
Ciri fisik KEP adalah skor-z berat badan berada dibawah -2,0 SD baku normal. Di Indonesia anak prasekolah menderita KEP atau PCM (Protein Calori Malnutrition) yang disebabkan oleh krna kebiasaan makan yang tidak cukup mengandung kalori dan protein, sehingga akan menyebabkan terjadinya defisiensi protein dan kalori atau kekurangan kombinasi antara keduanya.
 KEP seringkali dijumpai pada anak usia 6 bulan sampai dengan 5tahun, dimana pada usia ini tubuh memerlukan zat gizi tinggi, sehingga apabila kebutuhan zat gizi itu tidak tercapai maka tubuh akan menggunakan cadangan zat makanan yang ada, sehingga lama kelamaan cadangan itu akan habis dan akan menyebabkan kelainan pada jaringan, dan proses selanjutnya dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya perubahan dan akhirnya akan menimbulkan kelainan anatomis.



B. Istilah KEP
Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).
KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman (2000).
  KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain Arisman (2004).

C. Penyebab (etiologi) KEP
` Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat  banyak  sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah  keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.Faktor lain yang signifikan adalah kebersihan yang buruk, faktor ekonomi, dan faktor budaya. Prognosis lebih buruk bila kekurangan energi protein terjadi dengan infeksi HIV.Infeksi saluran pencernaan dapat dan sering endapan klinis kekurangan energi protein karena diare yang berhubungan, anoreksia, muntah, peningkatan kebutuhan metabolik, dan penurunan penyerapan usus.Infeksi parasit memainkan peran utama di banyak bagian dunia.
Kekurangan energi protein lebih sering disebabkan oleh penurunan penyerapan atau metabolisme abnormal. Dengan demikian, di negara maju, penyakit, seperti cystic fibrosis, gagal ginjal kronis, keganasan masa kanak-kanak, penyakit jantung bawaan, dan penyakit neuromuskuler, berkontribusi kekurangan gizi.Fad diet, manajemen yang tidak tepat alergi makanan, dan penyakit kejiwaan, seperti anoreksia nervosa, juga dapat menyebabkan parah kekurangan energi protein.
Orang-orang tua sering mengalami kekurangan gizi, penyebab umum yang meliputi nafsu makan berkurang, ketergantungan pada bantuan untuk makan, gangguan kognisi dan / atau komunikasi, posisi yang buruk, penyakit akut yang sering dengan kerugian gastrointestinal, obat-obat yang penurunan nafsu makan atau meningkatkan kerugian gizi, polifarmasi, penurunan rasa haus respon, penurunan kemampuan berkonsentrasi urin, restriksi cairan disengaja karena takut inkontinensia atau tersedak jika dysphagic, faktor psikososial seperti isolasi dan depresi, monoton diet, lebih tinggi persyaratan kepadatan nutrisi, dan tuntutan lainnya dari usia, penyakit, dan penyakit pada tubuh.
Penyebab KEP lainya yaitu :
a. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat
b. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh.
2) Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
3) 1. Primer
     a) Susunan makanan yang salah
     b) Penyedia makanan yang kurang baik
     c) Kemiskinan
     d) Ketidaktahuan tentang nutrisi
     e) Kebiasan makan yang salah.
2. Sekunder
     a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik,     kelainan struktur saluran).
     b) Gangguan psikologis
1). Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
a. Marasmus
Marasmus yaitu anak jatuh dalam keadaan malnutrisi (kurang kalori dan protein). Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (12 bulan pertama), karena terlambat diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering terkena infeksi terutama grastoenteritis. Marasmus berpengaruh jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki. Marasmus adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak diantara kelompok sosial ekonomi rendah disebagian besar negara sedang berkembang. (Almatsier, 2004).
Penyebabnya :
1. Ketidak seimbangan konsumsi zat gizi dalam makanan
2. Penyakit infeksi misalnya pada sel pencernaan (misalnya cacingan)

b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan dimana anak mendiri malnutrisi protein. Penyakit ini terjadi akibat tidak cukupnya makanan dan tidak cukupnya protein. Dimana jenis penyakit ini banyak dijumpai pada bayi usi 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. (Almatsier, 2004).
Kwashiorkor disebabkan oleh kekurangan asupan protein. Padahal protein komponen utama dalam setiap sel tubuh kita. Protein dibutuhkan untuk memperbaiki sel-sel yang rusak dan membentuk sel-sel baru. Tubuh manusia yang sehat meregenarasi sel dengan cara ini terus-menerus. Protein juga angat penting bagi pertumbuhan selama masa kanak-kanak dan kehamilan. Jika tubuh kekurangan protein maka pertumbuhan dan fungsi tubuh yang normal akan mulai terhambat, dan kwasiorkor dapat terjadi.  
Penyebabnya:
a. Kekurangan protein dalam makanan
b. Gangguan penyerapan protein misalnya pada anak dengan diare kronis
c. Kehilangan protein secara tidak normal (mislnya anak dengan proteinuria)
d. Infeksi
e. Pendarahan hebat

D. Klasifikasi KEP
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk).
a. Klasifikasi Kurang Energi Protein menurut Departement Kesehatan RI, 1999:
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS pada pita warna kuning. Jika Berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan  berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS;
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di bawah garis merah (BBM). Jika BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS;
3. KEP berat / gizi buruk bila hasil penimbangan BB / 4 < 60% baku median WHO – NCNS. Pada KMS tidak ada garispemisah KEP berat/ gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat / gizi buruk digunakan table BB / 4 baku median WHO – NCNS.
Menurut klasifikasi dari WHO :
1. Keuntungan penggunaan baku WHO-NCHS adalah dapat terhindar dari kekeliruan interpretasi karean baku WHO-NCHS sudah dapt membedakn jenis kelamin dan lebih memperhatikan keadaan masa lampau. Kelemahannya adalah apabila umur tidak diketahui dengan pasti maka akan sulit digunakan, kecuali untuk indeks BB/TB.
2. Untuk menentukan  klasifikasi status gizi digunakan  Z-score(simpang baku) sebagai batas ambang. Kategori dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau BB/TB dibagi  menjadi 3 golongan dengan batas ambang sebagai berikut:
A. Indeks BB/U :
a) Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2SD
b) Gizi lebih, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c) Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
d) Gizi buruk, bila Z-score terletak > -3SD
B. Indeks TB/U:
a) Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
b) Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
C. Indeks BB/TB
a) Gemuk, bila Z-score terletak < -3SD
b) Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c) Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
d) Kurus sekali, bila Z-score terletak > -3SD
Pertimbangan dalam menetapkan Cutt Off Point gizi didasarkan pada asumsi resiko kesehatan:
a.    Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk menderita masalah kesehatan.
b.    Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki resiko cukup tinggi untuk menderita masalah kesehtan.
c.    Di bawah -3SD atau  di atas +2SD memiliki resiko tinggi untuk memderita masalah kesehatan.

E.  Dampak yang ditimbulkan dari KEP
KEP dapat mengakibatkan dampak secara luas, ada dua dampak utama dari KEP. Pertama, dampak terhadap kematian anak. Suatu penelitian menunjukkan bahwa jelas terdapat hubungan KEP dengan kematian bayi dan anak, hal tersebut tidak berdiri sendiri melainkan hasil kombinasi dari KEP dan kekurangan zat gizi lainnya, misalnya angka kematian bayi lahir yang tinggi ada hubungannya dengan KRP dan kekurangan yodium. Selain itu dampak kedua utama dari KEP sangatlah berhubungan dengan menurunnya produktivitas kerja. Penelitian di Guatemala menunjukkan sekelompok anak yang memperoleh makanan tambahan yang kaya energi dan protein menujukkan pertumbuhan badan dan tingkat kecerdasan yang baik dibanding dengan teman-temannya yang tidak mendapatkan makanan tambahan. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya hubungan antara tinggi badan dan produktivitas kerja.
Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan menurunnya tingkat kecerdasan. Anak dengan KEP akan mengalami gangguan bebeapa organ, antara lain adalah: saluran pencernaan, pankreas, hati, ginjal, sistem hematologik, sistem kardiovaskuler, dan sistem pernafasan. Pada perut penderita kwashiorkor tampak menonjol karena peregangan lambung dan usus yang terpuntir. Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba lunak, disebabkan oleh infiltrasi lemak peristaltik tidak teratur dan frekuensinya rendah. Tonus dan kekuatan otot sangat berkurang. Diagnosis banding harus dibuat untuk menyingkirkan kndisi lain yang dapat menimbulkan edema dan hipoproteinemia serta KEP sekunder yang disebabkan oleh gangguan penyerapan dan metabolisme protein. Infeksi yang serius dan fatal dapat terjadi tanpa disertai demam, takardia, distress pernafasan atau leokositosis yang memadai.

Untuk marasmus, jaringan lemak di bawah kulit hampir hilang, otot mengecil, berat badan penderita marasmus biasnya hanya sekitar 60% dari berat badan seharusnya, dari sumber lain disebutkan 30% atau lebih dari 40%. Jika sudah fatal, kulit kering, tipis, tidak lentur, dan mudah berkerut. Penderita kelihatan apatis, meskipun biasanya masih tetap sadar dan menampakkan gurat kecemasan. Diagnosis banding harus diperhatikan untuk membedakan KEP yang parah dengan KEP sekunder yang diakibatkan oleh penyakit, misalnya AIDS dan penyakit berat lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

         Pemeriksaan fisik  atau pemeriksaan klinis  adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan ...